Kemendikti Saintek Nyatakan Dukungan Integrasi AI dalam Pendidikan

  • Bagikan

JAKARTA, BACAPESAN- Usai resmi bergabung dengan BRICS, Indonesia langsung mengambil peran aktif dalam berbagai agenda kerja sama internasional. Dalam 12th BRICS Education Ministers Meeting, di Brasil, Indonesia menyuarakan soal pentingnya integrasi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) ke dalam pendidikan.

Dalam forum yang dipimpin Brasil selaku ketua BRICS 2025, terdapat empat isu prioritas bidang pendidikan yang dibahas. Keempat isu tersebut meliputi AI bagi Pendidikan Dasar, Penguatan Aliansi kerjasama Technical and Vocational Education and Training (TVET), asesmen dan pengakuan bersama dalam mendorong pendidikan lintas batas, serta ekspansi jejaring universitas BRICS.

Terkait perkembangan AI, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Brian Yuliarto menegaskan pentingnya integrasi teknologi AI dalam sektor pendidikan.

Ia menyampaikan, bahwa dengan sistem pendidikan terbesar keempat di dunia, yang melayani lebih dari 50 juta siswa, 3,3 juta guru, dan 430 ribu sekolah, Indonesia adanya urgensi untuk memanfaatkan AI untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Karenanya, dia menyatakan dukungan Indonesia terhadap ide Brasil untuk membahas isu tersebut secara serius. “Integrasi AI dalam pendidikan bukan hanya tentang teknologi, tapi juga tentang menciptakan pengalaman belajar yang lebih personal, meningkatkan efisiensi para pendidik, serta memperluas aksesibilitas layanan pendidikan,” tuturnya dalam keterangan resminya, Sabtu (7/6).

Indonesia sendiri, kata dia, telah mengambil langkah nyata dalam mendukung komitmen ini. Salah satunya, melalui peluncuran Superapp Rumah Pendidikan, yakni platform pembelajaran nasional berbasis AI. Platform ini dirancang untuk memberikan akses layanan pendidikan yang terkurasi dan lebih personal bagi siswa, guru, dan sekolah. Sekolah-sekolah juga telah dilengkapi dengan teknologi digital.

Selain itu, mulai tahun ini, Indonesia juga akan mengajarkan dasar-dasar AI dan coding kepada siswa dari tingkat dasar hingga menengah. “Kami menargetkan 50 persen dari lebih 100.000 sekolah di seluruh nusantara akan mengajarkan AI dan coding pada tahun 2028,” jelasnya.

Dalam pertemuan tersebut, para ketua delegasi sepakat bahwa integrasi AI harus dilaksanakan secara bijaksana dengan mempertimbangkan etika, inklusivitas, sensitivitas kebudayaan, dan perspektif yang berpusat pada manusia.

“Kami mendorong kolaborasi antar negara, khususnya dalam konteks BRICS, mendorong tata kelola yang bertanggung jawab dalam memanfaatkan potensi AI di bidang pendidikan,” ungkapnya.

Kemudian, dalam konteks pendidikan tinggi, Indonesia mendukung inisiatif untuk membangun ruang bersama di bidang pendidikan tinggi di seluruh negara BRICS. Ruang bersama ini diyakini bisa membantu memenuhi kebutuhan pasar talenta global yang semakin mobile dan kompetitif.

Sejalan dengan itu, Kemendikti Saintek melalui program Diktisaintek Berdampak) juga tengah memperkuat peran perguruan tinggi sebagai pusat keterlibatan masyarakat, inovasi, dan kolaborasi industri. Kebijakan ini mendorong perguruan tinggi untuk lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat melalui penelitian terapan dan kemitraan strategis.

Karenanya, Brian berharap dapat menjajaki kolaborasi yang lebih kuat dalam lanskap pendidikan tinggi BRICS, khususnya melalui Universitas Jaringan BRICS (NU). “Kami ingin menjadi anggota aktif dari platform ini dan berkontribusi pada kelompok tematik yang ada, khususnya terkait dengan ketahanan pangan, digitalisasi dalam pendidikan, ekonomi hijau, dan energi terbarukan,” pungkasnya. (JP)

  • Bagikan

Exit mobile version