JAKARTA, BACAPESAN- Kementerian Agama (Kemenag) membuat aturan kinerja baru bagi para penyuluh agama Islam. Capaian kinerja mereka saat ini adalah memberikan layanan penyuluhan kepada seratus orang dalam satu semester atau enam bulan.
Penekanan capaian kinerja itu bagian dari meningkatkan layanan yang berdampak serta terukur. Kegiatan layanan penyuluhan juga tidak boleh sekadar formalitas, tetapi harus menjadi instrumen perubahan nyata di tengah masyarakat dari aspek keagamaan.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kemenag Abu Rokhmad mengatakan, mereka sedang upayakan model penyuluhan yang mampu mengubah. “Bukan sekadar hadir dan berbicara, tetapi terukur, terdata, dan bisa dipertanggungjawabkan hasilnya,” ujar Abu dalam keterangannya Senin 9 Juni.
Dia menjelaskan, kinerja penyuluh agama Islam dapat diidentifikasi melalui data yang jelas dan terukur. Salah satu indikatornya, kemampuan penyuluh untuk menjangkau minimal 100 orang dalam satu semester kerja. Dengan pendekatan kinerja itu hasil pelayanan dapat diukur dan dinilai dampaknya. “Ada target sasaran, indikator keberhasilan, dan capaian yang bisa diukur,” tandasnya.
Kebijakan itu menurut Abu bagian dari implementasi arahan Presiden Prabowo agar program pemerintah tidak berhenti pada retorika, tetapi harus berdampak.
Selain itu Kemenag juga mendorong agar penyuluh turut aktif dalam pemberdayaan ekonomi umat. Abu mengatakan, penyuluh agama memiliki posisi strategis untuk mengedukasi masyarakat tentang banyak hal. Tidak hanya melulu soal ibadah, tetapi juga soal manajemen keuangan, zakat, infak, sedekah, wakaf produktif, serta prinsip halal dalam aktivitas ekonomi.
Selain itu Abu juga mengingatkan agar penyuluhan tetap menyentuh hal-hal mendasar seperti tata cara bersuci dan tata cara membaca Al-Qur’an. “Tahun 2025 menjadi momentum untuk menguatkan peran penyuluh sebagai agen perubahan sosial dan spiritual,” ujarnya.
Ditjen Bimas Islam Kemenag juga tengah menyiapkan Indeks Pembangunan Bidang Agama, yang akan mulai diimplementasikan pada 2025. Indeks tersebut mencakup dimensi pemahaman, penghayatan, dan pengamalan agama. Serta efektivitas layanan dakwah dan penyuluhan.
Baginya upaya itu bukan sekadar program. Tetapi langkah sistemik untuk memastikan bahwa kerja penyuluh betul-betul berdampak pada kualitas kehidupan umat beragama di Indonesia. (JP)