Rencana pembentukan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes) Merah Putih di seluruh Indonesia menuai sorotan tajam dari kalangan akademisi. Program yang akan diluncurkan pada 12 Juli dan mulai beroperasi pada 28 Oktober 2025 ini dinilai rawan memicu lonjakan kredit macet jika tidak disertai dengan mitigasi risiko yang matang.
Pengamat Ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Abdul Muthalib, menyatakan bahwa skema pembiayaan KopDes yang menggunakan dana pinjaman dari bank-bank Himbara perlu diantisipasi secara serius oleh pemerintah.
“Pemerintah harus waspada dan serius, karena di balik semangat pemberdayaan ini, ada potensi kredit macet yang bisa mengancam stabilitas sektor keuangan jika koperasi tidak dikelola secara profesional,” ujar Abdul Muthalib, Minggu (8/6/2025).
Ia menekankan pentingnya tata kelola koperasi yang transparan dan akuntabel, dengan penguatan kapasitas manajerial agar tidak terulang kembali kesalahan serupa pada program dana desa di masa lalu.
“Peningkatan kualitas manajemen koperasi dan pengawasan berlapis menjadi mutlak, termasuk mempertimbangkan kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan kondisi lokal sebelum pembentukan koperasi,” jelasnya.
Dalam aspek pembiayaan, Abdul menekankan perlunya penerapan prinsip seleksi kredit berbasis pendekatan 5C: character, capacity, capital, collateral, dan condition, untuk memastikan pembiayaan hanya diberikan kepada pihak yang benar-benar layak dan mampu.
Tak kalah penting, menurutnya, adalah penguatan kerja sama dengan lembaga penjamin kredit guna menekan risiko gagal bayar serta mendorong kepercayaan perbankan terhadap koperasi.
“Partisipasi aktif masyarakat juga harus dibangun. Kesadaran anggota koperasi atas manfaat dan kewajiban mereka akan menjadi kunci keberhasilan,” imbuhnya.
Abdul juga mengingatkan agar pemerintah tidak sekadar fokus pada kuantitas koperasi, tetapi lebih pada kualitas dan keberlanjutan usahanya agar tidak menjadi beban fiskal desa atau menimbulkan utang struktural jangka panjang.
Untuk memastikan koperasi beroperasi secara profesional, Abdul merekomendasikan penerapan Good Corporate Governance (GCG), pelatihan intensif pengelola koperasi, serta penggunaan sistem akuntansi berbasis teknologi.