JAKARTA, BACAPESAN– Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memastikan siswa yang tidak tertampung dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 di sekolah negeri tetap bisa bersekolah.
Penyebabnya, sejumlah daerah telah mensinkronkan proses pelaksanaan SPMB sekolah negeri dan swasta di tahun ini.
Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikdasmen Gogot Suharwoto mengungkapkan, dalam Peraturan Mendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 tentang SPMB telah diamanatkan terkait hal ini.
Dimana pemerintah daerah harus melibatkan sekolah swasta dalam menghitung daya tampung. Hal ini pun sudah dilaksanakan oleh sejumlah daerah.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta misalnya. Dalam pelaksanaan SPMB 2025 sudah menghitung daya tampung sekolah-sekolah swasta.
Tak hanya itu, Pemprov DKI Jakarta juga menyubsidi biaya pendidikan murid-murid yang nantinya gagal masuk sekolah negeri dan diterima sekolah swasta.
“Sudah ada 35 kabupaten dan kota yang memiliki komitmen yang sama,” tutur Gogot dalam konferensi pers usai acara Forum Bersama Pengawasan Pelaksanaan SPMB Tahun Ajaran 2025/2026 di Jakarta, Rabu (11/6).
Menurut dia, komitmen subsidi pembiayaan siswa di sekolah swasta ini bervariasi. Ada yang diberikan full, ada yang berupa biasiswa, dan ada pula yang hanya di tahun pertama.
Dalam kesempatan tersebut, Gogot juga menjelaskan kembali mengenai jalur domisili yang cukup berbeda dengan zonasi di PPDB tahun lalu.
Menurut dia, perbedaan antara jalur domisili dan zonasi ini sebenarnya sederhana. Jika zonasi ditetapkan daerahnya. Sehingga, yang tinggal di situ dapat bagian sekolah terdekatnya.
Sementara, untuk domisili, lebih pada sistem rayonisasi. Dia mencontohkan, untuk daerah Denpasar, Bali.
Ada tiga sekolah SMA yang berada berdekatan. Jika menganut zonasi, maka ketiga sekolah itu hanya bisa diakses oleh mereka yang tinggal di sekitar kawasan itu saja.
Beda halnya dengan domisili, di mana masing-masing sekolah dibagi dalam tiga rayonisasi yang sesuai dengan domisili siswa.
“Misalnya, SMA 1, dia mengampu kecamatan mana, SMA 2 kecamatan mana, SMA 3 kecamatan mana. Dirayonkan supaya semua kecamatan tertampung di SMA negeri yang ada di situ, terdekat,” paparnya. dengan bgitu maka tidak ada blank spot atau tidak ada daerah yang tidak tercover oleh sekolah negeri.
Meski begitu, dia mengakui bahwa potensi kekosongan itu masih ada. Mengingat, pendirian sekolah di Indonesia tidak menghitung sebaran penduduknya. Tapi ibaratnya, ada lahan kosong, maka sekolah bisa berdiri.
“Maka dari itu kita minta daerah untuk melibatkan sekolah swasta. Jadi teman-teman, SPMB tidak hanya mengatur sekolah negeri, tapi bagaimana semua anak bisa tertampung di sekolah. Mau negeri, mau swasta,” pungkasnya.
Untuk diketahui, pada proses penerimaan siswa baru tahun ajaran 2025/2026, pemerintah tak lagi menggunakan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Kemendikdasmen resmi menerapkan sistem baru, yakni SPMB. Tak hanya sekadar ganti nama, ada sejumlah perubahan yang diterapkan.
Ada empat jalur seleksi yang diterapkan dalam SPMB, yaitu domisili, prestasi, afirmasi, dan mutasi. Yang mana, di masing-masing jalur terjadi perubahan persentase untuk tiap jenjang, kecuali SD yang tak ada perubahan.
Detailnya, persentase kuota untuk jalur domisili misalnya. Untuk SD paling sedikit 70 persen dari daya tampung di satuan pendidikan, SMP paling sedikit 40 persen, dan SMA paling sedikit 30 persen.
Kemudian, persentase kuota untuk jalur afirmasi SD paling sedikit 15 persen dari daya tampung Satuan Pendidikan, SMP paling sedikit 20 persen dari daya tampung, dan SMA paling sedikit 30 persen dari daya tampung total.
Untuk persentase kuota untuk jalur prestasi, di jenjang SD tak diterapkan. Sementara, untuk SMP paling sedikit 25 persen dari daya tampung di satuan pendidikan dan SMA paling sedikit 30 persen dari daya tampung Satuan Pendidikan.
Terakhir, untuk persentase kuota jalur mutasi sebesar paling banyak 5 persen dari daya tampung Satuan Pendidikan untuk SD, SMP, dan SMA. (JP)