Peningkatan Literasi Siswa Indonesia Capai 16,4 Persen

  • Bagikan

JAKARTA, BACAPESAN– Peningkatan literasi siswa Indonesia mencapai 16,4 persen dan kuncinya ternyata terletak pada satu faktor penting: motivasi guru. Hal ini terungkap dalam hasil evaluasi independen yang dilakukan terhadap Program STIR, sebuah inisiatif pendidikan kolaboratif antara STiR Education dan Yayasan Bakti Barito yang diluncurkan sejak 2022.

Program STIR yang dijalankan melalui Yayasan Bakti Pendidikan Unggul sendiri dirancang untuk menghidupkan kembali semangat mengajar para guru sekaligus meningkatkan kualitas pembelajaran siswa.

Evaluasi yang dilakukan oleh Deloitte dan ditinjau oleh Profesor Nishith Prakash dari Northeastern University menunjukkan hasil menggembirakan, yaitu peningkatan literasi siswa di sekolah-sekolah mitra sebesar 16,4% dibanding sekolah non-mitra.

Tak hanya itu, 42,3% siswa di sekolah yang menjalankan program ini mengaku memiliki hubungan sosial lebih kuat dengan teman sebaya, sementara 15,7% lainnya menunjukkan dorongan proaktif lebih tinggi dalam belajar.

Program ini bahkan dinilai sangat efisien secara finansial, dengan Social Return on Investment (SRoI) sebesar £6.88 untuk setiap £1 yang dikeluarkan—hanya sekitar Rp16.300 per siswa per tahun.

“Kami melihat tanda-tanda positif bahwa fokus pada motivasi guru dan sistem pembelajaran membawa perubahan nyata di ruang kelas. Ini model yang menjanjikan untuk perbaikan pendidikan dalam skala besar,” ujar Prof. Prakash kepada wartawan, Jumat (13/6).

Program STIR sendiri sejalan dengan tujuan pendidikan nasional dan telah memberikan dampak nyata di lapangan. Di Kabupaten Lumajang, misalnya, sejumlah indikator dalam Rapor Pendidikan berubah dari kuning menjadi hijau.

Di Kota Kediri dan Lumajang, telah dibentuk kelompok kerja khusus untuk memastikan program tetap sinkron dengan kebijakan daerah dan nasional.

Menurut Yoni Nurdiansyah, Direktur Eksekutif Program STIR Indonesia, keterlibatan langsung dinas pendidikan menjadi kunci keberhasilan.

“Ketika motivasi guru kembali menyala dan didukung oleh kepala sekolah serta pengawas, perubahan besar bisa terjadi. Komitmen pemda sangat menentukan,” ucapnya.

Sementara itu, Direktur Yayasan Bakti Barito, Dian A. Purbasari, menegaskan bahwa pendekatan program ini bukan menciptakan sistem baru, tetapi mengoptimalkan sistem yang sudah ada.

“Kami memilih solusi yang sederhana, hemat biaya, namun berdampak besar dan terukur,” pungkasnya. (JP)

  • Bagikan