MAKASSAR, BACAPESAN – Dalam banyak keluarga, anak perempuan sering kali mendapatkan perlakuan yang berbeda dibandingkan anak laki-laki. Fenomena ini berpotensi memicu kesenjangan hubungan antar saudara di kemudian hari.
Hal ini juga ditemukan dalam jurnal penelitian berjudul “Makna Anak Laki-laki dalam Budaya Tionghoa Berdasarkan Tinjauan Nilai Dasar Insani”, yang mengungkapkan bahwa perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan sering didasari oleh nilai tradisi, keamanan, konformitas, kebajikan, kemakmuran, kekuatan, dan stimulasi.
Vivi Anna, psikolog klinis sekaligus pengusaha sukses di Makassar yang juga berdarah Tionghoa, membenarkan temuan tersebut. Ia menyampaikan bahwa masih banyak keluarga yang membedakan peran, harapan, bahkan pembagian warisan antara anak laki-laki dan perempuan.
“Orang tua seharusnya menilai berdasarkan usaha dan kerja keras anak tanpa membedakan gendernya,” ujar Vivi, sapaan akrabnya.
Menurut Vivi, paradigma lama yang memandang “anak laki-laki sebagai pembawa keberuntungan” sering kali memicu diskriminasi berlebihan yang berakibat luka psikologis bagi anak perempuan. Ia sendiri pernah mengalaminya secara pribadi.
“Dalam budaya kami, anak laki-laki sering dianak-emaskan, tetapi hal ini justru menyakitkan secara psikologis bagi anak perempuan. Dampaknya adalah kesenjangan hubungan antara saya dan adik laki-laki saya, apalagi jika pasangan saudara ikut campur, maka kesenjangan tersebut makin rumit,” ungkap Vivi.
Meski begitu, Vivi berharap agar pengalaman tersebut tidak menjadi contoh buruk dan bisa memperbaiki hubungan baik dengan adik laki-lakinya ke depan.
Sebagai seorang psikolog, Vivi juga memberikan pesan penting bagi keluarga di luar sana.
“Orang tua harus adil menilai usaha anaknya, dan saudara pun harus saling menghargai, termasuk menghargai jasa dan pengorbanan saudara perempuan. Kita semua punya Tuhan, dan Tuhan mengajarkan untuk saling mengasihi,” tutupnya. (Hikma)