MAKASSAR, BACAPESAN – Sentra Wirajaya Makassar di bawah naungan Kementerian Sosial RI siap menghadirkan Sekolah Rakyat sebagai sarana pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem di Kota Makassar.
Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Sentra Wirajaya Makassar, Nur Alam, pada Jumat (11/7/2025). Ia menyebutkan bahwa sekolah ini akan mulai beroperasi pada 14 Juli 2025, dengan membuka penerimaan awal untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan selanjutnya akan dikembangkan untuk jenjang SMA di lokasi berbeda.
“Insya Allah, untuk tahap pertama lima lokasi akan mulai operasional tanggal 14 Juli ini. Launching resminya oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto masih menunggu waktu, tapi dipastikan bulan ini,” ujar Nur Alam.
Untuk tahap awal, sekolah rakyat ini akan dibuka di tiga titik di Kota Makassar, termasuk di kawasan Bira dan Daya, dengan jumlah total 150 siswa yang telah terverifikasi sebagai penerima manfaat.
Seluruh calon siswa telah melalui proses verifikasi ketat, termasuk kunjungan langsung ke rumah (home visit) oleh petugas sosial dari Kementerian Sosial dan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH).
Berbasis Asrama dan Gratis Sepenuhnya
Sekolah Rakyat ini akan menggunakan sistem boarding school, di mana para siswa akan tinggal di asrama selama tiga tahun masa pendidikan. Tidak hanya mendapatkan pendidikan akademik, mereka juga akan dibekali dengan pendidikan karakter, keagamaan, dan keterampilan sosial.
“Yang bersekolah di sini adalah anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem yang sudah ditetapkan bersama pemerintah daerah. Semuanya gratis, termasuk asrama, makan tiga kali sehari, pakaian, hingga perlengkapan sekolah,” jelas Nur Alam.
Pada malam hari, siswa muslim juga akan mengikuti program mengaji, sebagai bagian dari pembinaan karakter berbasis nilai agama.
Tenaga pengajar yang direkrut merupakan lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) tersertifikasi, yang juga telah melalui proses seleksi ketat.
“Kami tidak hanya mencari guru yang pintar, tapi juga yang punya empati tinggi. Karena anak-anak ini berasal dari latar belakang rentan, mereka perlu pendekatan khusus yang lembut dan memberdayakan,” ujar Nur Alam.
Meski animo masyarakat terhadap program ini sangat tinggi, Nur Alam mengakui bahwa tantangan terbesar adalah sosialisasi di lapisan masyarakat bawah.
“Masih banyak keluarga miskin yang belum mengetahui informasi ini secara utuh. Ada yang mengira ini seperti sekolah alternatif biasa, padahal ini program resmi negara dengan fasilitas pendidikan standar,” tutupnya. (Hikma)