Kasus Pemerasan di Kemnaker, KPK Sita Satu Unit Harley Davidson

  • Bagikan

JAKARTA, BACAPESAN– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita satu unit motor bermerk Harley Davidson, yang diduga berkaitan dengan kasus dugaan pemerasan pengadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Motor roda dua itu disita dari mantan staf khusus (stafsus) Menaker era Ida Fauziyah, Rishayudi Triwibowo.

“Pada Senin (21/7), KPK melakukan penyitaan satu unit kendaraan roda dua, terkait perkara Kemenaker. Penyitaan dari Sdr. RYT (mantan Stafsus Menteri),” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu 23 Juli.

Penyitaan aset itu dilakukan sebagai upaya mengumpulkan alat bukti dan pemulihan hasil tindak pidana korupsi. Motor Harley Davidson berkelir merah hitam itu saat ini telah berada di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) KPK.

“Saat ini unit kendaraan sudah ditempatkan di Rupbasan KPK,” tegas Budi.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Empat di antaranya sudah ditahan lembaga antirasuah, pada Kamis (17/7).

Keempat tersangka yang ditahan itu antara lain, Suhartono (S) Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker periode 2020–2023; Haryanto (HY) Dirjen Binapenta periode 2024–2025 sekaligus Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan; Wisnu Pramono (WP) mantan Direktur Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2017–2019; serta Devi Angraeni (DA), Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemnaker periode 2024–2025.

Sementara empat lainnya belum ditahan. Mereka yakni, Gatot Widiartono (GW) Koordinator Bidang Analis dan Pengendalian TKA 2021-2025; Putri Citra Wahyoe (PCW) Staf Direktorat PPTKA 2019-2024; Jamal Shodiqin (JS) Staf Direktorat PPTKA 2019-2024; Alfa Eshad (AE) Staf Direktorat PPTKA 2019-2024.

Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan, RPTKA merupakan dokumen perizinan penting bagi perusahaan yang ingin mempekerjakan tenaga kerja asing. Pengurusan izin ini dilakukan di Direktorat PPTKA, di bawah Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker. Namun dalam praktiknya, proses tersebut diduga menjadi ajang pemerasan oleh sejumlah oknum pejabat dan pegawai.

“Dalam proses penerbitan pengesahan RPTKA, pihak-pihak di Kemnaker diduga melakukan pemerasan kepada para pemohon,” ucap Setyo.

Menurut Setyo, pemerasan dilakukan melalui berbagai modus, seperti memberi informasi kekurangan berkas kepada pemohon yang sudah memberi atau berjanji memberi uang. Sementara pemohon yang tidak membayar, tidak diberi informasi atau bahkan tidak diproses.

“Petugas di Kemnaker juga secara aktif menawarkan ‘bantuan’ untuk mempercepat pengesahan RPTKA dengan imbalan sejumlah uang, yang kemudian disetorkan ke rekening tertentu,” ungkapnya.

Bahkan, pemohon yang tidak membayar juga dipersulit dalam proses wawancara via Skype yang menjadi syarat dalam penerbitan RPTKA. (JP)

  • Bagikan