Kakanwil DJBC Sulbagsel Nilai Kesepakatan Dagang Indonesia-AS Berdampak Positif

  • Bagikan

MAKASSAR, BACAPESAN – Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Sulawesi Bagian Selatan, Djaka Kusmartata, menilai kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) akan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional ke depan.

Kesepakatan tersebut dicapai antara Presiden Indonesia Prabowo Subianto dengan Presiden AS Donald Trump, dimana Indonesia menghapus hampir seluruh tarif impor produk industri, pangan, dan pertanian dari AS. Sementara itu, AS akan menurunkan tarif impor produk Indonesia menjadi 19 persen, dari tarif sebelumnya sebesar 32 persen. Kebijakan ini rencananya mulai berlaku pada awal Agustus mendatang.

Menurut Djaka, penurunan tarif yang signifikan dari AS tersebut merupakan kabar baik.

“Artinya, pajak yang dibayar oleh penduduk Amerika atas impor dari Indonesia menjadi 19 persen, sementara barang-barang kebutuhan Indonesia seperti BBM, kedelai, dan gandum yang tidak tersedia di dalam negeri dapat masuk tanpa biaya bea masuk. Mudah-mudahan ini dapat menurunkan biaya produksi bagi para pelaku usaha yang membutuhkan barang impor tersebut,” jelasnya Jumat (25/7/2025).

Ia menambahkan, “Hampir setiap hari kita mengonsumsi produk berbahan kedelai seperti tempe, roti, dan Indomie yang berbahan gandum, padahal gandum tidak diproduksi di Indonesia. Dengan adanya kesepakatan ini, kita tidak perlu khawatir lagi.”

Lebih lanjut, Djaka menyampaikan bahwa kesepakatan dagang yang diraih oleh pemerintah Indonesia bahkan lebih menguntungkan dibandingkan negara-negara lain yang menjadi mitra dagang utama AS, seperti Vietnam, Filipina, dan Cina.

“Indonesia kini memiliki tarif yang relatif lebih rendah, sekitar 90 persen dibandingkan negara-negara lain. Ini merupakan keberhasilan diplomasi yang sangat berarti, terutama di tengah ketegangan perang dagang global saat ini,” ujarnya.

Meski demikian, Djaka mengakui bahwa dampak langsung dari kesepakatan ini belum dapat terlihat karena kebijakan tersebut belum sepenuhnya diberlakukan.

“Kita belum melihat dampaknya secara langsung karena perjanjian ini baru akan berjalan setelah beberapa bulan ke depan, mengikuti kontrak-kontrak baru. Bahkan, waktu pasti pemberlakuannya pun belum jelas,” katanya.

Namun, ia menyampaikan bahwa ada informasi mengenai kemungkinan penundaan pemberlakuan khusus untuk Indonesia, yang juga merupakan hasil negosiasi pemerintah pusat.

“Ini menjadi alasan optimisme bagi kita, khususnya para eksportir dan importir, untuk memanfaatkan hasil diplomasi perdagangan ini dengan sebaik-baiknya,” tutup Djaka. (Hikma)

  • Bagikan

Exit mobile version