Taiwan Mengesahkan Undang-undang Yang Melegalkan Pernikahan Sesama Jenis

  • Bagikan

TAIWAN-BACAPESAN.COM-Pengesahan pernikahan sesama jenis di Taiwan menyebabkan nasib LGBT di China tampil ke permukaan (17/1/2022)

Pada tanggal 17 Mei lalu Taiwan mengesahkan undang-undang yang melegalkan pernikahan sesama jenis.

Ini membuat Taiwan menjadi negara Asia pertama yang melakukannya, dan para advokat hak-hak LGBT berharap negara lain, termasuk China, untuk mengikuti langkah ini.

Namun perempuan dalam komunitas LGBT di China daratan menyatakan jalan menuju ke arah itu masih panjang.

Sekalipun pemerintah China tak lagi mengkriminalisasi homoseksualitas pada tahun 1997, tetapi komunitas LGBT masih menjadi subyek diskriminasi. Belakangan ini pihak berwenang tampak semakin bermusuhan terhadap kelompok marjinal ini.

Xiao Meili dikenal sebagai feminis dan aktivis LGBT di China. Ia berkata kepada BBC bahwa situasi yang dihadapi LGBT di China berbeda dengan Taiwan dan “semakin buruk”.

Menurut aktivis LGBT di China, tahun lalu dua perempuan diserang oleh petugas keamanan yang berjaga di distrik seni 798 di Beijing, karena memakai pita berwarna pelangi.

Bagi warga Taiwan Liu Ting, 28, dan penduduk China Yang Xi, 31, pasangan yang tinggal di China daratan, legislasi pernikahan sejenis di Taiwan merupakan sesuatu yang manis sekaligus pahit.

Undang-undang itu hanya berlaku untuk warga Taiwan, dan hanya berlaku apabila negeri asal pasangannya juga mengakui pernikahan sejenis.

Pasangan ini pada tahun 2018 mendaftarkan sertifikat keluarga mereka sebagai pasangan sejenis di Kaohsiung, kota di selatan Taiwan yang menerima aplikasi ini sejak tahun 2015.

Namun sertifikat rumah tangga ini berbeda dengan pernikahan yang mengikat secara hukum yang memberi mereka hak, misalnya memberi izin untuk pembedahan medis.

Sekalipun Liu Ting merayakan perubahan hukum di Taiwan, ia tetap khawatir tentang masa depan mereka.

“Saya tambah khawatir dengan masalah pernikahan sesama jenis antar negara, khususnya karena hubungan antara China daratan dan Taiwan selalu tegang. Ketika kami meninggal nanti, hukum tak akan mengakui hubungan kami dan melindungi keluarga kami juga,” katanya.

“Keluarga kami sangat tradisional, dan informasi tentang LGBT sangat terbatas. Biasanya homoseksualitas selalu dikaitkan dengan AIDS, maka mereka berusaha keras menentang hubungan kami,” kata Yang Xi.

Namun sesudah tentangan itu, orangtua Liu Ting akhirnya bersedia bertemu Yang Xi.

Karena ketegangan antara Taiwan dan China daratan, sebagian besar hubungan antara Yang Xi dan Liu Ting selalu terpisah.

Sebagai warga China daratan, Yang hanya diizinkan tinggal di Taiwan 15 hari per kunjungan.

Awal tahun ini Liu Ting pindah ke China untuk hidup dengan Yang Xi dan mereka harus menjalani hidup yang berbeda.

“Kelompok LGBT di Wuhan harus bertemu di gedung residensial,” kata Yang Xi.

“Tetangga mengeluh dan memasang pengumuman di blok tempat tinggal kami mereka tak mau memakai elevator yang sama karena tahu kami gay,” kata Yang Xi.

Sekalipun bukti memperlihatkan sikap permusuhan terhadap LGBT, pemerintah China menyakan kepada publik mereka mendukung perkembangan yang terjadi di Taiwan dengan pernikahan sesama jenis ini.

Ini terlihat pada koran pemerintah berbahasa Inggris Global Times di media sosial mereka menampilkan kehidupan sosial homoseksual di Beijing.

Mereka mempublikasi video tiga menit berisi wawancara dengan advokat setempat dan orang asing yang memuji budaya inklusif di ibukota China lengkap dengan gambar-gambar penampilan drag queen.

Namun sekalipun muncul pernyataan yang toleran dari media resmi pemerintah, tak ada tanda bahwa Pemerintah China berniat untuk mengubah hukum terkait pernikahan sesama jenis.

Laporan mengenai pengesahan pernikahan sesama jenis di Taiwan mendapat 500 juta view di Weibo. Kebanyakan pengguna memberi selamat kepada Taiwan untuk pencapaian itu dan mengusulkan agar China segera menyusul.

Seorang relawan untuk kelompok advokasi hak-hak LGBT di China, berkata kepada BBC:

“Sebagai pegiat, di mana ada ketidakadilan, di situlah terdapat medan peperangan. Saya punya kesempatan untuk memperjuangkan hak-hak di China dan tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini”(BBC/*)

  • Bagikan