PT Vale Klaim Pulihkan 3 Ribu Hektare Lahan

  • Bagikan

MAKASSAR, BACAPESAN.COM – PT Vale Indonesia Tbk akhirnya buka suara terkait kerusakan lingkungan akibat eksploitasi tambang nikel yang turut berdampak bagi masyarakat sekitar lokasi konsesi blok Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

President Director PT Vale Indonesia Tbk, Febriany Eddy mengklaim pihaknya telah komitmen dalam melakukan reklamasi dalam pemulihan lingkungan pascatambang. Khususnya rehabilitasi dan keanekaragaman hayati yang ada di wilayah itu.

Dari 3.021,44 hektare area yang direklamasi hingga tahun 2020 itu ditanami 24.022 pohon eboni, dan 40 persen penambahan komposisi spesies pohon pionir untuk aktivitas revegetasi.

“Kami konsisten dengan apa yang saya sampaikan bahwa PT Vale menjaga kelestarian lingkungan. Kami investasikan cukup besar dalam membagun dan mengoperasikan pembibitan 2,5 hektare area dan bisa memproduksi 700 bibit pohon,” kata Febriany pada Harian Rakyat Sulsel, di parkiran Hotel Claro Makassar, Makassar, Selasa (22/3/2022).

Menurut Febriany, pada 2020 pihaknya sudah mereklamasi 3.000 hektare lahan dalam area kontrak karya. Dia mengatakan, pihaknya melakukan komitmen itu dan berjalan 5 tahun ke depan untuk mencapai represi 10 ribu hektare di luar area kontrak karya (KK).

Dalam wilayah tambang atau lokasi konsesi tambang PT Vale disebut akan terus memperluas wilayah penghijauan atau pemulihan lingkungan. Terkhusus pada wilayah yang sudah ditambang.

“Pemulihan lingkungan dalam KK tentu yang sudah kita tambang. Kalau yang diluar KK bukan area tambang, kami juga akan komitmen untuk menghijaukan area di luar KK,” ungkap dia.

Saat ditanyai perihal tuntutan masyarakat adat yang masih sedang menggelar aksi unjuk rasa. Bahkan tiga di antara ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka, Febriany enggan menanggapi terlalu jauh.

“Kalau CSR program comdev kami mengacu pada tiga pilar. Jadi kami membangun berdasarkan partisipasi aktif pemerintah masyarakat dan PT Vale. Jadi ada rencana induk BPM yang kami bentuk bersama yang kami kawal bersama pemerintah dearah juga aktif bersama berdialog karena ini hal yang penting,” sebut Febriany.

Segala program yang akan dibuat PT Vale, kata Febriany, selalu dikoordinasikan dengan pemerintah daerah Luwu Timur juga masyarakat adat.

Febriany mewakili PT Vale mengaku sangat menghargai dan menghormati masyarakat adat. Hanya saja ia enggan menanggapi terkait polemik yang terjadi di Luwu Timur saat ini. Termasuk jalan keluar dari salah satu tuntutan BPMA (Badan Pekerja Masyarakat Adat) yang meminta dana CSR PT Vale diberikan pada masyarakat adat sebanyak 50 persen.

“Sekarang baru ada Ranperda masyarakat hukum adat, kami akan ikuti itu petunjuknya seperti apa. Tapi kalau saat ini kami menghormati dan menghargai masyarakat adat semuanya,” ungkapnya.

Sebelumnya Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan (Sulsel) memberikan beberapa catatan pada perusahaan asal Brasil ini. Direktur Eksekutif Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin mengatakan, dari catatan hasil investigasi dan pemantauan langsung di lokasi tambang periode Januari hingga Maret tahun 2022, Walhi Sulsel menemukan sejumlah ketidak sesuaian dengan yang seharunya dilakukan oleh perusahaan tersebut.

“Pertama di blok Sorowako dan blok Pongkeru (Luwu Timur). Temuan kami pertama dalam hal pengelolaan lingkungan pasca tambang PT Vale belum melaksanakan kegiatan pemulihan lingkungan sebagaimana yang dimandatkan oleh undang-undang terutama terkait dengan reklamasi dan penghijauan kembali area bekas galian tambang,” kata Amin pada Harian Rakat Sulsel, Rabu (16/3/2022).

“Kegiatan penghijauan PT Vale menurut kajian kami terkesan formalitas atau hanya untuk menunjukan pada pemerintah bahwa PT Vale menerapkan sistem pemulihan lingkungan yang tepat atau yang benar. Tetapi faktanya yang kami lihat, kegiatan penghijauan itu tidak bermakna karena tidak mengembalikan daya dukung atau daya tampung lingkungan yang sudah di rusak oleh PT Vale itu sendiri,” sambung dia.

Selain itu, Amin mengatakan, dugaan pelanggaran lain perusahaan yang sudah mengeruk hasil bumi Sulawesi Selatan khususnya Luwu Timur selama 52 tahun itu terletak pada pemberian kesejahteraan masyarakat adat atau masyarakat lolak.

Dimana ditemukan banyaknya masyarakat, utamanya masyarakat adat yang masih hidup dalam kondisi garis kemiskinan tidak mendapatkan fasilitas dari perusahaan raksasa tersebut. Sementara PT Vale sumber daya alam di wilayah itu terus menerus di manfaatkan termasuk pembangkit tenaga listrik dengan membendung air sungai yang mengalir dari Danau Matano di pesisir Malili.

“Contoh, salah satu masyarakat adat yang sampai saat ini mendiami lokasi atau pemukiman mereka itu tidak dialiri air bersih sementara perumahan-perumahan karyawan PT Vale itu dialiri air bersih. Masyarakat asli Sorowako yang saat ini bermukim di tanah adatnya itu tidak diberikan air bersih yang notabene haknya. Menurut saya ini juga ketimpangan yang perlu dipublikasi dan disampaikan pada publik,” ucap Amin.

Lebih jauh, ia menjelaskan selain masalah lingkungan dan kesejahteraan masyarakat ada, dua masalah lainnya juga ditemukan dalam investigasi Walhi Sulsel. Seperti upah buruh kontrak PT Vale yang dibawah rata-rata. Dimana itu disebut sangat tidak sesuai dengan resiko kesehatan yang diterima buruh saat sedang bekerja di perusahaan.

Gaji buruh kontak PT Vale yang berkisar antara Rp 5 hingga 6 juta masih tidak layak dibandingkan dengan resiko pekerjaan atau kesehatan saat mereka bekerja. Belum lagi jaminan masa tua mereka kelak.

“Kami juga menemukan ada kegiatan PT Vale yang diluar konsesi. Jadi ada kegiatan PT Vale tidak hanya pertambangan atau pengelolaan nikel misalnya juga penempatan karyawan itu diluar konsesi. Jadi ada kegiatan PT Vale yang diluar arenanya (wilayahnya). Itu juga menurut kami satu pelanggaran yang harus diketahui oleh publik terutama pemerintah,” bebernya.

Atas beberapa dugaan pelanggaran atau ketidak sesuaian aturan itulah yang diminta Walhi Sulsel segara ditindak oleh pemerintah. PT Vale diminta untuk diaudit secara keseluruhan, baik dari kinerja maupun masalah lingkungan hidup.

Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel, sudah memastikan akan melakukan rapat Dengar Pendapat (RDP) Dengan PT Vale pada Kamis (24/3/2022) besok.

Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Rahman Pina mengatakan RPD tersebut akan membahas soal kontrak karya PT Vale dengan pemerintah Indonesia yang akan berakhir pada tahun 2025. (*)

  • Bagikan