Diduga Terlibat Pungli, Dua Kalapas Dinonaktifkan

  • Bagikan
ILUSTRASI

MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Dua kepala lembaga pemasyarakatan (Kalapas) di Sulawesi Selatan dinonaktifkan. Mereka diduga terlibat pungutan liar terhadap narapidana.
Dua Kalapas yang dinonaktifkan tersebut adalah Kepala Lapas Klas IIB Kabupaten Takalar, Rasbil dan Kepala Lapas Klas IIA Kabupaten Parepare, Zainuddin.

Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Sulawesi Selatan (Kemenkumham Sulsel), Suprapto mengatakan, penonaktifan ini dilakukan setelah dugaan pungutan liar (pungli) terjadi di kedua Lapas tersebut.

“Untuk sementara Kalapas Parepare dan Takalar dinonaktifkan sementara. Kita bebas tugaskan dulu sambil menunggu kebenaran,” bebenrya.

Suprapto menjelaskan, semenjak informasi itu beredar pihaknya langusung menindaklanjuti. “Ada dugaan pegawai terima pungli ditunjukan dengan kwitansi. Kami telah mencoba mendalami termasuk melakukan pemeriksaan terhadap Kalapas,” sebutnya.

Untuk mengusut tuntas kasus tersebut, telah dibentuk dua tim untuk melakukan pendalaman. Kedua tim masing-masing akan berangkat ke Lapas untuk melakukan pemeriksaan mendalam. Sementara untuk napi belum dilakukan pemeriksaan.

“Tim akan ke Takalar dan Parepare. Napi dan keluarganya belum diperiksa karena tidak diketahui orangnya,” jelasnya.

Disebutkan, jika nantinya hasil dari pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran sanksi pasti akan diberikan. Namun sanksi itu sesuai dengan tingkat pelanggaran yang ditemukan.

“Sanksi akan diberikan sesuai aturan. Ada sanksi berat, sedang dan ringan. Nanti akan dilihat sejauh mana pelanggaran yang dilakukan,” sebutnya.

Untuk kasus di Takalar, ada oknum petugas lapas yang diduga meminta uang ke keluarga napi. Jumlahnya Rp15 juta. Hal itu dibenarkan oleh salah satu orangtua warga binaan Lapas Kelas II B Takalar inisial R. Dia mengaku bahwa anaknya inisial W telah dimintai sejumlah uang oleh salah satu pejabat di Lapas kelas IIB Takalar untuk pengurusan pembebasan bersyarat dan dijanjikan akan bebas lebih awal setelah mendapatkan remisi 17 Agustus mendatang.

“Bulan Mei lalu anak saya dimintai uang Rp20 juta supaya bisa cepat bebas, tapi saya cuma sanggup Rp15 juta, jadi saya datang langsung ke Lapas Takalar ketemu sama pegawai Lapas Takalar, Emil dan sudah saya serahkan langsung uang Rp15 juta secara cash di ruangan pejabat itu, ada anak dan saudara saya jadi saksi, ada juga kwitansi waktu kuserahkan itu uang,” ungkap R.

Namun, pihaknya kecewa dengan pihak Lapas Takalar, lantaran telah mendapatkan telpon dari anaknya inisial W melalui wartel Lapas yang mengabarkan bahwa dirinya akan di kirim ke Lapas Bulukumba karena kedapatan menggunakan handphone oleh petugas Lapas Takalar.

Namun kata Suprapto, kwitansi itu tidak bisa dijadikan barang bukti kuat. Namun, pihaknya tetap melakukan pendalaman, karena ada nama anggota Lapas berinisial E yang tertulis di kwitansi tersebut.

“Barang bukti itu tidak kuat. Namun demikian, karena di dalam menyebut nama seorang pegawai inisial E, jadi kami menelusuri kejadian itu. Siapa tahu itu benar,” ujarnya.

Adapun Kalapas Parepare, Zainuddin juga dilaporkan hal yang sama. Pekan lalu, puluhan keluarga narapidana melakukan aksi demonstrasi di Kantor Lapas Kelas II Parepare.

Kasusnya sama. Ada dugaan pungli. Kata Suprapto, keduanya sudah diperiksa dan menyangkal. Mereka tidak mengakui soal dugaan pungli.

“Mereka mengatakan tidak benar. Tapi kami tidak berhenti sampai di situ. Kami akan mendalami dan akan terus melakukan pemeriksaan dengan orang-orang yang ada kaitannya dengan itu,” sebutnya.

Suprapto mengakui ada kendala pemeriksaan. Karena keluarga warga binaan atau napi yang berbicara ke media adalah anonim. Mereka tidak diketahui.

“Napinya gak jelas. Misal, yang dijelaskan di kwitansi ada nama Dari. Tapi saat dicek tidak ada itu nama Dari di sana (lapas),” ungkapnya.

“Tapi sebagai pertanggungjawaban, Kepala Kanwil menarik dua-duanya (dua kepala Lapas) untuk melancarkan pemeriksaan,” jelas Suprapto. (*)

  • Bagikan