PPP Pecah Jelang Pemilu

  • Bagikan
ilustrasi

MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Pemecatan Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suharso Monoarfa digantikan Plt Mardiono mengundang polemik internal.

Wakil Ketua Umum (Waketum) PPP, Arsul Sani, menyebutkan pemberhentian Suharso sudah legal sesuai AD/ART. Sementara, Ketua DPP PPP Syaifullah Tamliha menilai Mukernas Banten ilegal.

Kepengurusan ganda memungkinkan mewarnai struktur PPP. Jika hasil Mukernas disetujui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), maka secara otomatis struktur PPP di bawah kepemimpinan Mardiono yang dianggap sah. Sebaliknya jika hasil Mukernas ditolak, maka struktur PPP yang sah masih dibawah komando Suharso Monoarfa.

Ketua DPW PPP Sulsel, Imam Fauzan enggan berkomentar banyak terkait pemberhentian Suharso Monoarfa sebagai Ketum PPP. Ia mengaku tidak ingin mengurusi perseteruan yang ada di tingkat DPP.

“Kalau itu (Suharso diberhentikan) silahkan hubungi orang DPP, pak Amir,” katanya saat dikonfirmasi, Selasa (6/9/2022).

Anggota DPRD Sulsel ini mengaku tengah fokus menghadapi Pemilu 2024. Apalagi PPP menargetkan bisa merebut salah satu kursi wakil pimpinan DPRD Sulsel di Pemilu 2024.

“Kami fokus kerja elektoral, yang pastinya kami di Sulsel tetap solid. Kalau masalah itu (pemberhentian ketua umum) kita serahkan DPP dan kami yakin DPP bisa selesai dengan cepat,” bebernya.

Ia memastikan seluruh kader PPP Sulsel tetap solid dan tidak akan terpecah.

“Kami yakin tidak terpecah,” jelasnya.

Ketua DPC PPP Kabupaten Soppeng, Andi Nurhidayati Zainuddin juga tak ingin berkomentar banyak. Ia menyerahkan sepenuhnya ke DPP untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

“Kita serahkan DPP untuk menyelesaikan. Provinsi dan kabupaten/kota jalan saja seperti biasa,” singkat anggota DPRD Sulsel ini.

Ketua DPC PPP Gowa, Nursyam Amin meyakini, keputusan politik yang diambil oleh DPP ialah yang terbaik. Ia juga merasa kebijakan itu telah melalui berbagai pertimbangan yang matang.

“Apapun langkah yang diambil itu, semoga tidak mempengaruhi kerja-kerja kami di tingkat DPC. Apapun keputusan di DPP, kami yakin itu merupakan sikap yang terbaik untuk PPP ke depan,” kuncinya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menyatakan, pergantian jabatan ketua umum dari Suharso Monoarfa kepada Muhammad Mardiono sebagai pelaksana tugas untuk menguatkan konsolidasi partai.

“Mukernas merupakan forum permusyawaratan partai tertinggi kedua setelah muktamar,” kata Arsul Sani.

Hal itu disampaikan Arsul menanggapi hasil Musyawarah Kerja Nasional atau Mukernas yang memilih Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Mardiono sebagai pelaksana tugas ketum PPP.

Dia menjelaskan pergantian itu merupakan reorganisasi dan revitalisasi fungsi jabatan kader partai maupun kader partai yang menjabat di eksternal.

“Pergantian hanya untuk ketua umum,” ujarnya.

Sebelum pergantian ketua dalam Mukernas, Arsul menegaskan telah dilakukan komunikasi dengan Suharso Monoarfa. Sehingga proses itu sudah sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD-ART).

“Ini bukan perpecahan, karena Mardiono dan Suharso adalah dua orang sahabat,” ucapnya.

Dia menegaskan keputusan Mukernas hanya membagi tugas antara Suharso dan Mardiono. Dimana Suharso diharapkan lebih maksimal lagi membantu presiden sebagai menteri.

Sementara itu, Ketua DPP PPP Saifullah Tamliha mengatakan pemberhentian Suharso Monoarfa sebagai ketua umum menyimpang. Ia menyebutkan proses itu tak sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) PPP.

“Enggak ada yang bisa mencopot Ketum PPP, sebab yang dipilih oleh muktamarin hanyalah ketua umum dan formatur untuk membantu ketum terpilih untuk menyusun pengurus DPP PPP,” tutur Tamliha.

Ia memandang, Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP yang menggantikan Suharso dengan Muhammad Mardiono tidak sah.

“Mukernas-nya menyimpang dari proses yang diatur AD/ART,” katanya.

Pengamat Universitas Hasanuddin (Unhas) A Ali Armunanto menilai pencopotan Suharso dari Ketua Umum menegaskan bahwa PPP adalah partai yang sangat dinamis. Sehingga kesalahan apa pun yang dibuat ketuanya bisa berakibat fatal.

“Sementara pemilu makin dekat. Sekarang partai-partai sudah berpikir untuk strategi pemenangan pemilu. Jika PPP masih berkutat pada upaya-upaya meraih siapa atau kelompok siapa yang berkuasa, lalu siapa menjadi ketua, maka proses konsolidasi itu akan melambat,” ujarnya.

Mesin politik akan terganggu dan menggangu kinerja PPP.

“Kita lihat dulu waktu PPP terpecah, sangat berpengaruh ke perolehan suara. Jangan sampai ini terulang,” katanya.

Akan tetapi, kembali PPP adalah partai yang sangat dinamis karena sebelumnya juga pernah terjadi. Seperti saat M Romahurmuziy, hingga terjadi dua kubu PPP.

“Ada kubu M Romahurmuziy dan kubu Djan Faridz. Jadi memang kalau dilihat dari historisitas memang sangat dinamis. Jadi pemecatan ini sesuatu yang sudah pernah terjadi,” katanya.

Menjadi masalah karena akan menimbulkan kubu-kubu di dalam PPP sendiri. Akan ada kubu loyalis Suharso dan ada kubu penentang. “Jadi memang bisa jadi memunculkan dualisme. Bisa saja memicu seperti Romahurmuziy dan Djan Faridz yang dua PPP saat itu,” katanya. (*)

  • Bagikan