Aktivis Mahasiswa di Makassar Minta Penyelenggara Pemilu Antisipasi Dini Potensi Konflik

  • Bagikan

MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Lembaga Pena Institut menggelar kegiatan diskusi publik bertajuk “Mengawal Pesta Demokrasi 2024 Sejak Dini Dengan Pengawasan dan Pemetaan Potensi Konflik di Warkop Sama, Jalan Topaz, Makassar, Selasa (20/9/2022).

Hadir sebagai narasumber Ketua Bawaslu Kota Makassar Abdillah Mustari, Aktivis pemuda/mahasiswa Pascasarjana Unhas Wiwik RK, akademisi Universitas Teknologi Sulawesi/pengamat politik Babra Kamal dan Korlap Aksi FH UMI Muh Ariel.

Abdillah dalam pemaparannya mengatakan, pihaknya sebagai salah satu penyelenggara Pemilu berkomitmen mengawal jalannya pesta demokrasi di tahun 2024 secara aman dan damai.

“Di Bawaslu kita sudah melakukan kajian indeks kerawanan Pemilu. Kami juga di Bawaslu berkomitmen menjadi wasit berintegritas. Jadi teman-teman media atau mahasiswa laporkan kepada kami jika ada Panwascam yang direkrut tetapi berafiliasi dengan peserta Pemilu,” jelas Abdi.

Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian serius kata Abdi adalah netralitas Aparatur Sipil Negara atau ASN, dan mobilisasi tenaga honorer dan ASN.

“Kita semua bersepakat bahwa tujuan kita berdemokrasi adalah mendapatkan Pemilu demokratis dan berintegritas. Nah, ini harus menjadi pengangan bagi semua pihak agar kita tidak mencederai nilai-nilai demokrasi itu dengan kecurangan misalnya,” tutur pria berlatar belakang dosen tersebut.

Mahasiswa Pascasarjana Unhas Wiwik RK mengajak anak muda atau mahasiswa untuk turut terlibat dalam perhelatan Pemilu 2024 nanti, hanya saja kata dia penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu perlu membuat regulasi yang betul-betul pro rakyat.

“Misalnya saja, kami mahasiswa ini kadang diperhadapkan pada persoalan malas memilih. Ini harus mendapat perhatian dari penyelenggara agar bisa ramah dalam melahirkan aturan agar partisipasi anak muda di Pemilu bisa tinggi,” tuturnya.

“Kami juga berharap bahwa mahasiswa dan anak muda di Pemilu 2024 tidak apatis. Karena, kualitas pemimpin yang dilahirkan dari Pemilu ditentukan oleh kita yang memilih,” sambungnya.

Lain halnya disampaikan akademisi Universitas Teknologi Sulawesi Babra Kamal, dia menyebut Pemilu di Indonesia terkesan boros anggaran dan masih konvensional.

“Sebetulnya kita bisa meminimalisir terjadinya kecurangan Pemilu dengan E-Voting misalnya, atau berbasis aplikasi. Tapi, kan kita di Indonesia masih pakai cara-cara konvensional,” ujar Kamal.

Sementara itu, Korlap Aksi FH UMI Muh Ariel mengharapkan dilakukan aksi sebanyak mungkin terkait bahayanya politik uang dalam Pemilu.

“Politik uang adalah salah satu pemicu konflik, kalau ini bisa disadari bersama tentu potensi konflik itu bisa kita hindari. Kami dari aktivis mahasiswa tentu berharap bahwa penyelenggara Pemilu juga membuka ruang agar kita bisa dilibatkan secara aktif dalam mengawal proses demokrasi di tahun 2024,” demikian Ariel. (*)

  • Bagikan