Pemilih Dibatasi, TPS Membengkak

  • Bagikan
ILUSTRASI

MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana mengurangi jumlah pemilih di setiap tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu 2024. Dari 500 menjadi 300 pemilih untuk setiap TPS. Praktis, jumlah TPS juga akan membengkak.

Komisioner KPU Sulsel, Uslimin mengatakan, jika melihat potensi pemilih yang terus bertambah, serta jumlah kapasitas pemilih tiap TPS dikurangi, maka dipastikan jumlah TPS akan bertambah.

“Saat ini, KPU Sulsel mencatat setidaknya 17 ribu lebih TPS. Sehingga jika dipetakan 300 pemilih satu TPS, otomatis jumlah tempat pemungutan suara mengalami penambahan. Bisa jadi 26 ribu atau bahkan di atasnya jika dipetakan begini (300 pemilih satu TPS),” kata Usle–sapaan akrab Uslimin.

Usle mengatakan, dalam waktu dekat ini pihaknya akan melakukan rapat koordinasi untuk memetakan kembali jumlah TPS di Pemilu mendatang.

Menurut Uslimim, pemetaan jumlah TPS ini perlu dilakukan untuk mengoptimalkan waktu pencoblosan. Mengingat Pemilu nanti, pemilih akan melakukan pencoblosan lima lembar surat suara, yakni, Pilpres, DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten – Kota.

Dia menilai, jika tetap mengacu 500 pemilih satu TPS akan memakan banyak waktu. Apalagi proses pencoblosan cukup singkat dari pukul 08.00 sampai 13.00. Maka dari itu, dalam rapat koordinasi nanti pihaknya akan merancang pemetaan TPS 300, kemudian membagi jumlah daftar pemilih berkelanjutan.

Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari ketika rapat kerja bersama Komisi II DPR RI menjelaskan, hasil simulasi yang dilakukan KPU pada saat menyiapkan Pemilu 2019 lalu, para pemilih membutuhkan durasi waktu 5 hingga 7 menit untuk mencoblos lima surat suara.

Kalkulasinya satu surat suara satu menit dan lima surat suara lima menit. Menurut Hasyim jika ada 300 pemilih dalam satu TPS, maka total waktu yang diperlukan mencapai 1.500 menit atau 25 jam. Sehingga ketika dibagi dengan keberadaan empat bilik di TPS, durasi pencoblosan diperkirakan sekitar enam jam.

“300 pemilih kali 5 menit, 1.500 menit. Kalau dikonversikan menjadi jam, sekitar 25 jam, tapi di TPS kan ada 4 bilik. Jadi kalo dilebihkan dari 300 (pemilih) berat, itu berdasarkan simulasi dan sudah kita praktikan di Pemilu 2019,” katanya.

Sementara itu untuk Pilkada 2024 nanti, kata dia, jumlah pemilih maksimal per TPS mencapai 500 orang, atau lebih rendah dari ketentuan. Menurutnya, hal itu juga sesuai dengan kesepakatan ketika Pilkada serentak di masa pandemi Covid-19.

“Kalau Pilkada di Undang-Undang Pilkada paling banyak jumlahnya 800. Dalam situasi Covid-19 kemarin kita sepakati paling banyak 500,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menilai rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) membatasi jumlah pemilih di tiap TPS maksimal 300 orang tak sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam UU itu, katanya, jumlah pemilih tiap TPS maksimal 500 orang.

“Terhadap rancangan PKPU penyusunan daftar pemilih dalam penyelenggaraan pemilu, Bagja mengungkapkan ada dua pasal yang dinilai Bawaslu tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang Undang 7/2017 tentang Pemilu, yakni Pasal 15 dan 86. Pasal 350 ayat (1) UU Pemilu mengatur jumlah pemilih untuk setiap Daftar Pemilih Sementara (DPS) paling banyak 500 orang, sedangkan pasal 15 ayat (3) Rancangan PKPU mengatur jumlah pemilih setiap TPS paling banyak 300 orang,” ucap Bagja.

Dia juga menyoroti Pasal 86 ayat (3) yang berbunyi ‘salinan DPT yang diberikan tidak menampilkan informasi NIK, nomor KK, nomor Paspor, dan/atau nomor SPLP secara utuh’. Menurut Bagja, pasal tersebut harus dikecualikan terhadap pengawas Pemilu.

“Ini karena pengawas Pemilu bagian dari penyelenggara Pemilu yang mempunyai satu kesatuan fungsi dengan KPU,” kata Bagja.

Bagja juga menyoroti rancangan PKPU tentang pencalonan perseorangan peserta Pemilu anggota DPD. Dia menilai ketentuan Pasal 15 ayat (3) Rancangan PKPU tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 182 huruf (g) Undang-Undang Pemilu.

“Bahwa ketentuan Pasal 15 ayat (3) huruf c disamakan pengaturannya dengan Pasal 15 ayat (3) huruf b, sepanjang yang bersangkutan mengemukakan secara jujur dan terbuka kepada publik maka yang bersangkutan dapat menjadi peserta Pemilu,” kata Bagja. (*)

  • Bagikan