Dinilai Sarat Kecurangan, Ketua DPRD Takalar Minta Pilkades Dibatalkan

  • Bagikan
Ketua DPRD Takalar, Muhammad Darwis Sijaya

TAKALAR, BACAPESAN.COM – Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak Kabupaten Takalar, terindikasi banyak kecurangan. Pasalnya, terdapat beberapa Bakal Calon (Balon) kepala desa potensial, gugur dalam seleksi tersebut, salah satunya di Desa Tamalate, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Sulsel.

Calon Kepala Desa (Cakades) Tamalate, Muhammad Idris Naba mengaku jika dirinya sengaja dicurangi oleh pihak P2KD Kabupaten Takalar. Dia menuding P2KD Kabupaten Takalar salah menginput hasil nilai dari P2KD desa Tamalate.

Adapun nilai skoring Muhammad Idris Naba dari P2KD desa Tamalate berjumlah 22 point, sementara jumlah skoring yang dilakukan tim seleksi tambahan P2KD Kabupaten Takalar berjumlah 19 point, sehingga ada selisih 3 perbedaan jumlah skoring yang diperoleh Muhammad Idris Naba.

“Saya sudah mengajukan keberatan di posko pengaduan P2KD Kabupaten Takalar, mempertanyakan mengapa hasil skoring saya di kurangi 3 point,” kata Muhammad Idris Naba, Kamis kemarin (17/11/2022).

Menanggapi carut-marutnya Pilkades serentak tersebut, ketua DPRD Takalar, Muhammad Darwis Sijaya pun meminta Panitia Pemilihan Kepala Desa (P2KD) Kabupaten melakukan seleksi ulang tes tertulis dan wawancara kepada desa yang terindakasi ada kecurangan dalam penilaian skoringnya.

“Saya minta P2KD Takalar segera melakukan seleksi ulang kembali bakal calon kepala desa yang terindikasi ada kecurangan dalam skoring penilaian,” kata ketua DPRD Takalar, Muhammad Darwis Sijaya, Jumat (18/11/2022).

Selain itu, politisi PKS ini juga menegaskan, akan segera memanggil tim penguji seleksi tes tertulis dan wawancara, guna melakukan seleksi ulang bakal calon kepala desa di gedung DPRD Takalar, agar seleksi Pilkades itu benar-benar transparan dan tidak ada yang ditutupi.

“Dengan seleksi ulang di gedung DPRD, diharapkan memberi kejelasan bagi semua masyarakat Takalar termasuk bagi anggota DPRD, apakah seleksi tersebut ada kecurangan atau tidak,” jelasnya.

Ia juga menyoroti ijazah sejumlah bakal calon kepala desa yang menggunakan paket B dan paket C, bisa mengalahkan calon kandidat berlatar belakang Akademisi pada ujian tertulis dan wawancara yang digelar beberapa waktu lalu di SMP Negeri 2 Takalar.

Parahnya lagi, perolehan skoring calon kades yang memiliki ijazah dari paket B dan Paket C nilai ujian lebih tinggi saat mengikuti uji wawancara dan uji tulis.

“Hal itupun menjadi pertanyaan banyak pihak khususnya simpatisan masing-masing Cakades, dan menimbulkan kegaduhan dimana-mana. Belum lagi domisili kandidat yang di dominasi berasal dari luar desa tapi mereka dipaksakan menjadi kandidat calon kepala desa,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua P2KD Kabupaten Takalar, Nilal Fauziah mengatakan bawha terkait dengan ujian tertulis dan wawancara diatur dalam Perbup Pilkades,
Perbup Nomor 21 tahun 2022 tentang perubahan atas Perbub Bupati Nomor 19 Tahun 2021 tentang tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan, masa jabatan, dan pemberhentian kepala desa di dalamnya sudah diatur tentang skoring dan ujian tertulis.

Penentuan Cakades berdasarkan akumulasi dari hasil tertulis dan skoring pada saat memasukkan berkas ketentuan Pasal 39A ayat 2 huruf e Perbub nomor 19 tahun 2021 tentang tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan masa jabatan dan pemberhentian kepala desa dibbuktikan dengan melampirkan SK jika menjadi atau pernah menjadi pengurus BPD, LPMD, Karangtaruna Desa, PKK Tingkat Desa, BUMDes dan Lembaga Adat di Desa.

“Sepanjang tidak ada ini maka nilai skoringnya tidak ada
bahwa dukungan Ormas itu sesuai ketentuan Perbup bukan masuk kriteria untuk di skoring,” kata kepala BKKBN Takalar itu.

Terkait calon kepala desa berasal dari luar wilayah, Kata Nilal Fauziah ketentuan diatur para pendaftar bisa dari luar desa.

Dalam ketentuan Pasal 33 huruf g Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan Ketentuan Pasal 21 huruf g Permendagri Nomor 112 tahun 2014 masih mengatur bahwa syarat calon kepala desa salah satunya adalah terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran, akan tetapi dengan adanya putusan Judicial Revie Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 128/PUU-XIII/2015, maka syarat tersebut dihapus karena dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

“Sehingga berimplikasi hukum dalam penyelenggaraan pemilihan kepala desa, maka terbitlah Permendagri Nomor 65 tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 tahun 2014 tentang peraturanemilihan kepala desa dimana pada ketentuan Pasal 21 huruf g dihapus , inilah menjadi dasar orang dari luar desa bisa mendaftar menjadi kepala desa,” tukasnya. (*)

  • Bagikan