PN Jakpus Putuskan Tunda Pemilu, Mahfud MD: Sensasi yang Berlebihan

  • Bagikan
Menko Polhukam Mahfud MD

JAKARTA, BACAPESAN.COM – Menko Polhukam Mahfud MD bereaksi keras atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpuas) yang mengabulkan permohonan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda pemilu 2024.

“Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan. Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN,” ujar Mahfud MD, dikutip dari akun Instagramnya @mohmahfudmd, Jumat 3 Maret 2023.

Dia menilai, vonis PN Jakpus atas gugatan Partai Prima salah dan telah memancing kontroversi.

“Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yg bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar” ujarnya.

Mahfud juga mengajak KPU agar naik bandimg melawan putusan tersebut.

Menurutnya, jika KPU naik banding maka KPU dipastikan menang. Sebab PN Jakpus tidak punya wewenang untuk memvonis tunda pemilu.

Dia menjelaskan bahwa, sengketa terkait proses, administrasi dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kata dia, kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri.

“Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus hrs Bawaslu tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN” ungkapnya.

Mahfud melanjutkan bahwa Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN.

“Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara” katanya

“Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya” sambungnya.

Mantan ketua MK ini menjelaskan, tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dim pelaksanaan pemilu.

Dia mengatakan, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri sebagai kasus perdata.

“Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN” ucapnya.

“Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia” ungkapnya.

Dia berpendapat bahwa, vonis PN Jakpus tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi.

“Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU” ungkapnya.

Kata Mahfud, penundaan pemilu hanya karena gugatan perdata parpol bukan hanya bertentang dengan Undang-Undang tetapi juga bertentangan dengan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.

“Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul,” pungkasnya. (fin/*)

  • Bagikan