Kakanwil Kemenkumham Sulsel Ikuti Simposium Paradigma Baru Pemidanaan Indonesia

  • Bagikan
Kepala kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan, mengikuti kegiatan Simposium Nasional bertema 'Menuju Paradigma Baru Pemidanaan Indonesia' yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan berpusat di Graha Pengayoman, Jakarta (Kamis, 13/04/2023).

MAKASSAR, BACAPESAN.FAJAR.CO.ID– Kepala kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan, mengikuti kegiatan Simposium Nasional bertema ‘Menuju Paradigma Baru Pemidanaan Indonesia’ yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan berpusat di Graha Pengayoman, Jakarta (Kamis, 13/04/2023).

Liberti Sintinjak mengikuti kegiatan dimaksud via Daring dari ruang rapat pimpinan.

Simposium ini menghadirkan para praktisi dan ahli hukum pidana sebagai narasumber yaitu Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward OS Hiariej, Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani dan Guru Besar Hukum UI Harkristuti Harkrisnowo. Yang akan membahas pemidanaan di negara Indonesia serta upaya penyelesaian masalah di dalamnya melalui Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan oleh pemerintah.

Kegiatan diawali dengan pembacaan laporan kegiatan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Reynhard Silitonga yang menyampaikan bahwa sistem pemidanaan di Indonesia perlu diperbaharui agar lebih adil dan manusiawi.

“Kami berharap agar setiap orang yang melakukan tindak pidana akan mendapatkan perlakuan yang sama dan tidak ada lagi ketidakadilan dalam sistem pemidanaan yang baru ini,” kata Reynhard.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dalam sambutannya menegaskan bahwa hukuman penjara bukanlah satu-satunya upaya dalam penyelesaian pelanggaran hukum karena berujung pada jumlah tahanan yang melebihi kapasitas lembaga pemasyarakatan.

Hal tersebut mengakibatkan penjara mengalami masalah laten yaitu overcrowded jumlah tahanan, sehingga melebihi daya tampung suatu penjara.

Untuk itu, Yasonna menyampaikan pentingnya perubahan paradigma dalam sistem pemidanaan di Indonesia. “Kita harus menempatkan pemidanaan sebagai upaya untuk memberikan perlindungan dan keadilan bagi masyarakat, bukan sebagai alat untuk membalas dendam atau menghilangkan orang yang dianggap menyebabkan kejahatan,” ujarnya

Yasonna menjelaskan bahwa hukuman penjara seberat apa pun terbukti tidak pernah berhasil untuk memadamkan kejahatan.

Bagi Yasonna, terdapat berbagai faktor yang turut mendorong terjadinya kejahatan, jadi tidak melimpahkan ke individu semata.

“Ada Faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor-faktor lainnya,” jelas Yasonna.

Melalui KUHP dan Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru, Pemerintah mengenalkan pendekatan berupa pemenjaraan bukanlah upaya satu-satunya, melainkan upaya terakhir.

Oleh karena itu, Yasonna berharap agar pendekatan dalam KUHP dan Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru dapat disosialisasikan; tidak hanya kepada kampus, tetapi juga mulai menyentuh para aparat penegak hukum termasuk para pengacara.

Adapun Profesor Harkristuti Harkrisnowo mengemukakan bahwa perubahan sistem pemidanaan di Indonesia harus melibatkan semua pihak, tidak hanya pemerintah atau aparat penegak hukum saja. Namum harus dimulai dari masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana. (*)

  • Bagikan