Lebih jauh membahas pesantren, Kaswad mengungkapkan saat ini pesantren mengalami kemajuan pesat selain sebagai lembaga dakwah, lembaga pendidikan juga sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat yang juga ikut terlibat dengan ekonomi, politik, dan budaya. Sehingga tidak ada batasan dalam menjalin persaudaraan. Menurut dia, saat ini di Sulawesi Selatan terdapat 380 pondok pesantren. Dibanding di Jawa, jumlah ini masih sangat kecil.
“Di Pasuruan saja ada 600 lebih pesantren, di Ponorogo ada 400-an. Ada satu desa 26 pesantren di dalamnya,” kata dia.
Kemudian saat ini trend pesantren amatlah berbeda. Jika dahulu yang masuk pesantren adalah anak nakal dan bodoh, saat ini terjadi pembentukan pola pikir orang tua yang ingin melihat keturunan menjadi generasi penerus yang berkualitas.
“Saat ini orang-orang yang berada di pondok pesantren berasal dari berbagai macam background keluarga dan di situlah santri menyesuaikan diri. Saat ini orang tua menyadari bahwa kehidupan teknologi yang cepat saat ini harus diimbangi salah satunya dengan memasukkan anak ke pesantren,” imbuh Kaswad.
Selain kesadaran besar dari orang tua, saat ini pesantren menjadi lebih baik dengan berbagai aktivitas pengembangan yang diselipkan, tidak melulu soal hafalan Al-Qur’an namun santri juga diwadahi untuk mengembangkan skill.
“Pesantren yang banyak di Sulsel saat ini adalah pesantren swasta yang tidak ada patokannya untuk kurikulum. Namun standar pembelajaran ada pada pendalaman agama, pembinaan karakter, dan kehidupan berbangsa,” jelas Kaswad.
Bila dilihat dari segi tatanan kehidupan, bangsa harus mengakui pesantren sudah sejak lama mengambil peran dalam perpolitikan di Indonesia. Terbukti telah mencetak presiden yakni Abdul Rahman Wahid alias Gus Dur dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.