Jumlah tenaga PPPK yang diusulkan Pemprov Sulsel maupun Pemda kabupaten dan kota tidak sedikit. Perhitungan soal gaji harus proporsional sebelum menimbulkan persoalan yang berulang.
Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel, Salehuddin memaparkan, untuk sistem penggajian PPPK itu sama dengan para Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hanya saja, perbedaan dari upah yang didapatkan antara PPPK dan PNS itu adalah pendapatan tunjangan jabatan.
Untuk beban pemerintah daerah dalam pemberian gaji pada PPPK bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU). Itu pun, tidak selalu cukup. Sehingga harus ada sumbangsih Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dikucurkan untuk gaji PPPK. Tahun lalu, seperti itu penggajian PPPK Pemprov Sulsel. “Tahun ini cukup kami siapkan,” singkatnya.
Pengamat Pemerintahan Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Sukri Tamma mengatakan, perekrutan PPPK secara kuantitas akan baik bagi pelayanan terhadap masyarakat. Begitu juga dengan penyerapan tenaga kerja PPPK yang punya keahlian spesifik. Memenuhi kebutuhan tenaga ahli tertentu, tanpa menunggu penerimaan ASN reguler.
Hanya saja yang biasa jadi pertimbangan jika rasio kebutuhan yang perlu ditingkatkan, namun persoalan beban penggajian yang belum proporsional.
“Buat pemda yang APBD-nya bagus tidak ada masalah. Tapi buat Pemda yang APBD-nya pas-pasan atau bahkan cenderung defisit misalnya, bisa jadi akan jadi beban,” ungkap Dekan FISIP Unhas ini.
Dalam kondisi itu, pilihannya adalah memenuhi kebutuhan staf PPPK dengan akan kesulitan untuk membiayai. Atau memastikan tidak ada tambahan beban pembiayaan dengan harus rela tidak merekrut PPPK.
“Langkah Pemda salah satunya mengamankan posisi keuangannya. Karena kalaupun diangkat terus terhambat gajinya akan menimbulkan gejolak yang lain lagi. Sehingga para kepala daerah ini menahan dahulu untuk merekrut. Selain itu, tentu kalau terkait rasio ketercukupan staf untuk pelayanan masyarakat apa boleh buat, harus memaksimalkan dahulu yang ada,” pungkas Prof Sukri. (fajar online)