Alhadiansyah Raih Gelar Doktor, Teliti Praktik Pembiayaan Konsumen Syariah di Pontianak

  • Bagikan
Alhadiansyah

MAKASSAR, BACAPESAN.COM – Alhadiansyah resmi menyandang gelar doktor usai mempertahankan disertasinya dalam sidang promosi doktor Program Studi Dirasah Islamiyah, Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Rabu, 23 April 2025.

Sidang dipimpin oleh Direktur Pascasarjana, Prof. Dr. Abustani Ilyas, MA.

Dalam disertasinya yang berjudul “Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan Jaminan Fidusia Perspektif Hukum Islam (Studi pada Pembiayaan Non-Bank Kota Pontianak)”, Alhadiansyah menyoroti persoalan akad murabahah dalam praktik pembiayaan syariah.

Penelitian ini bertujuan menganalisis kesesuaian akad pembiayaan konsumen oleh lembaga keuangan non-bank di Kota Pontianak dengan prinsip syariah. Ia menemukan bahwa meski secara formal menggunakan label syariah, praktik di lapangan kerap menyimpang dari prinsip dasar fiqih muamalah.

“Masih ditemukan penggunaan sistem bunga, denda keterlambatan, dan denda pelunasan dipercepat yang identik dengan praktik konvensional,” tulis Alhadiansyah dalam disertasinya.

Menurutnya, fenomena ini menimbulkan kerancuan (subhat) karena lembaga pembiayaan syariah kerap tidak benar-benar memiliki barang sebelum dijual kepada konsumen—pelanggaran terhadap fatwa ulama mengenai akad murabahah.

Dalam penelitiannya, Alhadiansyah menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan interdisipliner, yakni normatif-empirik dan teologis. Data dikumpulkan melalui studi lapangan dan kepustakaan, dianalisis dengan kerangka teori Grand Theory, Middle Theory, dan Applied Theory.

Hasilnya, ia menyarankan agar umat Islam tetap menggunakan akad murabahah sebagai solusi pembiayaan kredit, namun dengan catatan bahwa pelaksanaannya harus mengikuti ketentuan syariah secara ketat.

Ia juga merekomendasikan revisi terhadap regulasi perbankan syariah, terutama dalam hal pelibatan dewan pengawas syariah yang independen dari lembaga keuangan.

Pengawasan yang kuat dianggap penting untuk memastikan praktik syariah benar-benar dijalankan, baik oleh lembaga keuangan bank maupun non-bank.

“Lembaga pembiayaan syariah harus memisahkan diri dari pola konvensional yang masih bercampur. Hanya dengan itu umat Islam bisa terhindar dari transaksi yang mengandung unsur riba dan subhat,” ujarnya. (Sasha)

  • Bagikan

Exit mobile version