MAKASSAR, BACAPESAN— Pengamat Ekonomi Universitas Bosowa, Dr. Lukman, menyoroti kasus beras oplosan sebagai persoalan yang sangat memprihatinkan, khususnya di tengah klaim Indonesia sebagai negara yang telah mencapai swasembada pangan.
Kasus ini mencuat ke publik setelah terungkap adanya praktik pengoplosan beras oleh pihak yang diduga merupakan pengusaha besar, dengan total kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp99 triliun.
“Beras oplosan yang melibatkan pengusaha besar dan merugikan triliunan rupiah memang sangat memprihatinkan. Dari informasi yang ada, ini berdampak sangat besar bagi masyarakat luas,” tegas Dr. Lukman dalam keterangannya, Kamis (17/7/2025).
Menurutnya, praktik ini merupakan bentuk manipulasi dan penipuan terang-terangan, yang jelas merugikan masyarakat secara langsung.
Ia menyoroti data dari Kementerian Pertanian dan Satgas Pangan, yang menemukan 212 merek beras diduga terlibat dalam praktik oplosan, mulai dari manipulasi label hingga pengurangan berat bersih.
“Langkah Menteri Pertanian yang sigap menindak ini patut diapresiasi. Ini bukan hanya soal harga, tapi soal keamanan pangan dan keadilan bagi konsumen,” tambahnya.
Dampak Serius terhadap Kepercayaan Konsumen
Dr. Lukman menilai bahwa dari perspektif ekonomi, kasus semacam ini sangat berpengaruh terhadap kepercayaan publik terhadap produk pangan, terutama komoditas utama seperti beras.
“Kasus seperti ini bisa menurunkan kepercayaan konsumen secara signifikan dan mengganggu kestabilan pasar. Ini menunjukkan lemahnya perlindungan konsumen yang seharusnya menjadi prioritas,” ujarnya.
Ia pun mendorong pemerintah agar bertindak lebih tegas dalam menyelesaikan persoalan ini agar tidak menimbulkan gejolak sosial dan ekonomi yang lebih besar.
“Penanganan kasus ini harus menyeluruh, tegas, dan transparan, demi menjaga integritas pasar serta perlindungan konsumen yang selama ini masih minim,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dr. Lukman menekankan bahwa penanganan tuntas terhadap kasus ini juga bisa berdampak positif pada ekonomi secara luas.
“Kalau pemerintah serius menangani ini, gairah ekonomi bisa tumbuh, kepercayaan pasar pulih, dan pada akhirnya membuka lapangan kerja serta meningkatkan daya beli masyarakat,” tutupnya. (Hikma)