Penonton Padati Festival Bacukiki, Senyum Riang Kenang Masa Kecil Lewat Bermain

  • Bagikan

PAREPARE, BACAPESAN.COM — Suasana hangat dan penuh nostalgia menyelimuti malam Sabtu, 26 Juli 2025, saat ratusan warga memadati halaman rumah tokoh masyarakat H. Saharuddin di Jalan Puang Halide, Kelurahan Watang Bacukiki.

Festival Budaya Bacukiki 2025 resmi digelar, menghadirkan kembali kemeriahan permainan tradisional sebagai upaya merawat ingatan kolektif dan menjaga warisan budaya.

Digelar sebagai rangkaian dari kegiatan Tudang Sipulung sehari sebelumnya, festival ini menyedot perhatian tidak hanya warga lokal, tetapi juga para mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Unhas, ITH, dan IAIN Parepare. Mereka larut dalam gelak tawa dan decak kagum sepanjang malam. Subtema acara, “Menjaga Kampung Nenek”, menjadi napas utama festival yang menghadirkan atmosfer budaya lokal yang kuat dan autentik.

“Festival ini adalah bentuk nyata dari slogan ‘Melawan Lupa’. Kita berupaya menghidupkan kembali nilai-nilai budaya lokal, termasuk permainan tradisional sebagai bagian dari pendidikan karakter dan pelestarian jati diri,” ujar Tri Astoto Kodarie, Ketua Pelaksana Festival Budaya Bacukiki 2025.

Didukung oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX Sulsel-Sultra, serta mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Kota Parepare, Camat Bacukiki, dan Lurah Watang Bacukiki, kegiatan ini menunjukkan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan institusi pendidikan.

Festival dibuka secara megah lewat lantunan hadrah dari santri Pondok Pesantren DDI Takkalasi, Barru.

Penampilan ini sukses memikat penonton dan menandai pembuka malam yang penuh makna. Setelahnya, permainan-permainan tradisional seperti ma’longga, ma’dende, ma’gasing, ma’jekka, enggo-enggo, gandrang bulo, hadrah, hingga mappadendang dipentaskan oleh para pelajar dari SDN 32, SDN 58, SMPN 4, SMPN 9, hingga SMPN 13.

Tawa pecah saat anak-anak memainkan permainan ma’longga dan enggo-enggo yang mengingatkan banyak orang pada masa kecil yang sederhana namun bahagia. Sementara itu, SDN 9 Parepare tampil mencuri perhatian lewat tarian gandrang bulo yang dinamis, ritmis, dan penuh energi.

Menjelang pukul 21.40 WITA, festival ditutup dengan pementasan mappadendang, yakni tradisi menumbuk padi di lesung oleh warga Watang Bacukiki. Irama tumbukan berpadu dalam harmoni, menjadi simbol syukur atas hasil panen dan berkah kehidupan. Suara itu bukan hanya dentuman kayu pada kayu, tetapi gema rasa cinta dan hormat kepada leluhur.

Salah seorang mahasiswa KKN yang turut hadir menyatakan, “Permainan tradisional bukan sekadar hiburan. Ia adalah ruang edukatif yang mengajarkan kebersamaan, gotong-royong, simbolisme alam, kreativitas, hingga nilai-nilai ekologi.”

Kegiatan ini turut dihadiri oleh Wali Kota Parepare yang diwakili oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan, perwakilan Polresta Parepare, Camat Bacukiki, dan Lurah Watang Bacukiki. Mereka duduk bersisian dengan warga, menyatu tanpa sekat, menyaksikan semangat budaya yang terus menyala.

Festival Budaya Bacukiki 2025 menjadi bukti bahwa akar budaya tidak boleh tercerabut. Justru harus terus disiram, dijaga, dan diwariskan. Malam itu, Bacukiki bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi menanam harapan akan masa depan yang tetap berpijak pada nilai-nilai luhur budaya.

Setelah acara berakhir, panitia berbaur bersama warga dan mahasiswa bernostalgia dengan Mabbenno (membuat popcorn) dari tumpukan sekam yang sedang dibakar. Letupan-letupan pop corn atau benno membuat mereka tertawa bahagia, benar-benar kembali ke akar menikmati masa kecilnya dulu. (*)

  • Bagikan

Exit mobile version