Layanan Kesehatan Lukas Enembe Dipertanyakan, Mahfud MD Tegaskan Hal Ini

  • Bagikan
Lukas Enembe

JABAR, BACAPESAN.COM — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan bahwa pelayanan dan akses kesehatan, serta kondisi penjara mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, yang telah meninggal, telah memenuhi standar yang ditetapkan.

Mahfud memberikan penjelasan ini sebagai tanggapan terhadap pertanyaan masyarakat mengenai pelayanan kesehatan dan kondisi penjara selama Lukas menjalani hukuman pidana hingga akhir hayatnya.

“Enggak, itu sudah memenuhi standar semua. Kan ketika dimasukkan sudah ada Kementerian Kesehatan, ada TNI, ada BIN, ada polisi, semuanya sudah gabung. Saya yang memimpin rapatnya. Kesehatan harus di nomor satu, kan?” ungkap Mahfud di Kota Sukabumi, Jawa Barat, pada hari Rabu.

Menurut Mahfud, langkah-langkah yang diambil pemerintah terhadap mantan Gubernur Papua tersebut juga dipengaruhi oleh penyakit yang diderita Lukas.

“Dan memang penyakitnya memang sudah lama begitu, kan? Sehingga kita memberi pelayanan khusus, diangkut dengan pesawat khusus, setiap mau ke rumah sakit kita layani, dokternya silakan milih sendiri. Tetapi, jangan keluar wilayah Indonesia,” tambahnya.

Mahfud menegaskan bahwa tindakan pemerintah sudah benar dan bahwa penyakit Lukas sudah berlangsung bertahun-tahun.

Mantan Gubernur Papua, yang menjabat selama dua periode, meninggal dunia saat menjalani perawatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, pada hari Selasa (26/12).

Kepala RSPAD Gatot Soebroto, Letnan Jenderal TNI dr. Albertus Budi Sulistya, mengonfirmasi wafatnya Lukas Enembe pada pukul 10.45 WIB.

“Benar, (meninggal dunia) pukul 10.45 WIB,” kata Kepala RSPAD ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, pada hari Selasa (26/12).

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah memperberat vonis mantan Gubernur Papua Lukas Enembe menjadi pidana penjara selama 10 tahun, denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan empat bulan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp47,8 miliar.

Lukas Enembe sebelumnya divonis 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider empat bulan penjara dalam persidangan tingkat pertama. (fajar online)

  • Bagikan