Menggali Peluang dari Tragedi: Mengembangkan Model Pembinaan Santri yang Lebih Berdaya dan Berempati

  • Bagikan

Beberapa langkah strategis yang dapat ditempuh, antara lain :

Pertama, melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem pembinaan yang ada. Langkah awal yang penting adalah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pembinaan santri yang telah ada. Ini melibatkan identifikasi kelemahan dan celah yang mungkin telah menyebabkan terjadinya tragedi, seperti kurangnya pendekatan kesejahteraan mental, kurangnya pemahaman akan pentingnya empati dan toleransi, serta kekurangan dalam pengelolaan konflik.

Kedua, melakukan pengembangan kurikulum pembinaan yang holistik. Merancang kurikulum pembinaan yang holistik yang tidak hanya mencakup pendidikan agama, tetapi juga pembelajaran tentang kesejahteraan mental, empati, toleransi, dan penyelesaian konflik. Kurikulum ini harus dirancang untuk memperkuat nilai-nilai moral dan etika Islam dalam kehidupan sehari-hari santri.

Ketiga, melakukan pelatihan dan pembinaan guru dan Pembina. Memberikan pelatihan yang memadai kepada guru dan pembina tentang pendekatan-pendekatan baru dalam pembinaan santri yang lebih berdaya dan berempati. Ini mencakup pelatihan dalam keterampilan komunikasi, manajemen emosi, penyelesaian konflik, serta pemahaman mendalam tentang kesejahteraan mental santri.

Keempat, pembentukan lingkungan pondok pesantren yang inklusif dan mendukung. Membangun lingkungan pondok pesantren yang inklusif dan mendukung di mana setiap santri merasa diterima dan dihargai. Ini melibatkan promosi kegiatan yang memperkuat solidaritas dan kebersamaan antara santri, serta menciptakan ruang untuk diskusi terbuka dan pembelajaran saling memahami.

Pembentukan karakter melalui kegiatan-kegiatan organisasi santri, seperti kegiatan Pramuka, OSIS, organisasi asal daerah, pelatihan kepemimpinan santri, pelatihan-pelatihan yang menekankan pada tumbuhnya empati dalam satu team work yang kokoh, saling menyayangi, saling mengasihi, dan saling berbagi.

Latar belakang ekonomi dan kehidupan keluarga santri dalam pembentukan sikap empati para santri juga memberi andil yang tidak bisa dianggap remeh. Sering disaksikan dalam kunjungan orangtua ke pesantren, ada santri yang sering mendapatkan kunjungan orangtua, dan ada santri yang dapat dihitung jari kehadiran orangtuanya membesuk.

Belum lagi, santri yang diajak makan bersama keluarga di ruang tunggu, di atas kendaraan masing-masing atau di gazebo misalnya, -beberapa santri lain diajak menikmati makanan- tetapi lebih banyak yang hanya menyaksikan kebahagiaan tersebut tanpa bisa ikut menikmati. Pemandangan seperti ini terus berulang, dan tanpa sadar menimbulkan karakter santri yang benci, kecewa dan menyalahkan diri sendiri.

  • Bagikan