Indonesia Berbagi Praktik Baik Pelestarian Bahasa Daerah pada Hari Bahasa Ibu Internasional 2023

  • Bagikan

PAREPARE, BACAPESAN.FAJAR.CO.ID – Pada puncak peringatan International Mother Language Day (IMLD) 2023 atau Hari Bahasa Ibu Internasional pada 21 Februari 2023 di UNESCO Headquarters, Paris, Indonesia menjadi panitia bersama
dengan UNESCO dan Francophonie. Tema yang diangkat pada peringatan IMLD 2023 adalah “Melindungi Bahasa
Lokal untuk Mempromosikan Multibahasa melalui Transformasi Pendidikan”.

Kegiatan ini secara resmi dibuka oleh Asisten-Direktur Jenderal UNESCO, Stefania Giannini. Pada acara pembukaan
itu Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Republik Indonesia, Nadiem Anwar Makarim, membagi praktik baik dengan memaparkan kebijakan pelindungan bahasa daerah melalui platform Merdeka
Belajar Episode Ke-17: Revitalisasi Bahasa Daerah (MB-17: RBD) yang dilakukan oleh Indonesia.

Mendikbudristek menyampaikan bahwa Kemendikbudristek bertanggung jawab atas pengembangan dan pembudayaan bahasa daerah di Indonesia dan telah memulai pendekatan inovatif untuk melestarikan bahasa daerah.

Tujuannya bukan hanya untuk melestarikan bahasa daerah, tetapi juga untuk memulai revitalisasi linguistik, serta
memperluas penggunaannya dalam kehidupan publik sesuai dengan perkembangan dunia modern.

“Bahasa lebih dari sistem komunikasi terstruktur karena bahasa menghubungkan orang. Revitalisasi bahasa ibu dunia adalah jalan untuk memperluas potensi pendidikan untuk membebaskan semua siswa,” ujar Nadiem dalam pemaparan secara daring pada Selasa, (21/2).

Sementara itu, Duta Besar RI di Paris, Mohamad Oemar yang menjadi pembicara kunci (keynote speaker) menjelaskan kondisi bahasa daerah di Indonesia yang vitalitasnya beragam.

“Mari kita bersama-sama memupuk
solidaritas, membangun masyarakat yang damai dan inklusif, berdasarkan saling pengertian, toleransi, dan dialog,”
pesan Dubes Oemar.


Dalam sesi panel kedua, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), E. Aminudin Aziz,
yang menjadi panelis utama menyampaikan implementasi dari platform MB-17: RBD yang sudah diluncurkan oleh
Mendikbudristek.

Kepala Badan Bahasa menyampaikan sembilan prinsip utama yang menjadi acuan pelaksanaan revitalisasi, yakni (1)
lebih fokus pada gagasan revitalisasi melalui pembelajaran berkelanjutan dan pengawasan langsung; (2) partisipasi
intensif seluruh pemangku kepentingan mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan dengan mewajibkan
penggunaan bahasa daerah di ranah keluarga, masyarakat, dan sekolah; (3) adopsi berbagai model revitalisasi yang
disesuaikan dengan konteks dan keadaan setempat; serta (4) penyediaan buku cerita anak berbahasa daerah untuk
keperluan pengayaan pembelajaran.
Kemudian, (5) penggunaan bahasa daerah sebagai pengantar pendidikan di kelas awal; (6) kebebasan memilih materi
pembelajaran sesuai dengan minat peserta didik; (7) mobilisasi guru dan fasilitator serta penggiat bahasa dan sastra;

(8) penyediaan ruang apresiasi di akhir program berupa festival tunas bahasa ibu (FTBI); serta (9) peningkatan jumlah
provinsi dan bahasa secara bertahap untuk direvitalisasi.

Khusus untuk prinsip ketiga, terdapat tiga model revitalisasi bahasa daerah dengan pertimbangan sebagai berikut (1)
linguistik dan konteks situasi yang mencakup vitalitas bahasa (dari aman hingga punah), jumlah penutur, dan fungsi
bahasa dalam masyarakat; (2) cara pewarisan secara turun-temurun; dan (3) status bahasa dalam kurikulum, yakni
wajib sebagai muatan lokal atau bukan bagian dari kurikulum.

Setelah mempertimbangkan semua prinsip dan model implementasi, langkah selanjutnya menurut Kepala Badan
Bahasa adalah (1) pemilihan bahasa daerah yang menjadi target revitalisasi; (2) sosialisasi kepada perwakilan atau
tokoh penutur bahasa daerah yang dipilih; (3) koordinasi dengan otoritas setempat; (4) pelatihan guru master dan guru
pengimbas yang diikuti guru bahasa daerah, kepala sekolah, pengawas, dan penggiat bahasa daerah; (5) implementasi model yang relevan melalui kegiatan pembelajaran; (6) pemantauan dan evaluasi rutin; serta (7) festival
secara berjenjang dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga nasional.

Dalam paparannya, Kepala Badan Bahasa juga menyampaikan keberhasilan program MB-17: RBD pada tahun 2022
berdasarkan data kuantitatif yang melibatkan sejumlah kepala sekolah, pengawas, guru, penggiat bahasa dan sastra, dan siswa dalam kegiatan revitalisasi bahasa daerah di 13 provinsi pada tahun 2022.

Sementara itu, Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman yang menjadi panelis kedua menyampaikan bahwa dari 14 bahasa daerah di Sulawesi Selatan terdapat empat bahasa dominan, yakni Toraja, Bugis, Makassar, dan Mandar. Keempat bahasa itulah yang direvitalisasi pada tahap awal. Menurut Gubernur, tantangan utama dalam pelindungan bahasa daerah di Sulawesi Selatan adalah (1) penggunaan bahasa Indonesia dan asing yang masif, (2) kurangnya guru bahasa daerah, serta (3) metode pembelajaran yang tidak tepat.

Solusi yang ditawarkan oleh Gubernur adalah penguatan kolaborasi dengan seluruh jajaran di pemerintah daerah
untuk mendukung upaya pelestarian bahasa daerah. Selain itu, bersinergi dengan Pemerintah Pusat melalui Balai
Bahasa dengan menyediakan sumber daya manusia dan anggaran.

Selain pembicara dari Indonesia, dalam diskusi panel berikut tampil beberapa panelis dari berbagai negara seperti
Prancis, Haiti, Karibia, Belanda, Afrika Selatan, Swiss, Saint Lucia, Jepang, Jerman, dan Swedia. (*)

  • Bagikan