Hadir di PSBM Ke XVII, Raja Baja Budi Harta Wirata Bagikan Pengalaman Hidup

  • Bagikan
Raja Baja Budi Harta Winata bersama Direktur Harian Rakyat Sulsel Daswar M Rewo

MAKASSAR, BACAPESAN.FAJAR.CO.ID– “Kalau kita berguna untuk satu orang, maka rezeki kita cuma untuk satu orang. Tapi kalau kita berguna bagi seribu orang, rezeki kita juga sebesar seribu orang.” Sepenggal kalimat yang menjadi jimat bagi Budi Harta Wirata.

Budi Harta Wirata menjadi satu dari sekian banyak pengusaha yang hadir dalam Pertemuan Saudagar Muslim (PSBM) Sulsel yang ke XVIII.

Lahir di Banyuwangi Jawa Timur, Budi Harta Wirata tumbuh dan besar di kota kelahiran ayahnya Palopo Sulawesi Selatan. Budi kecil tumbuh dengan mimpi dan cita cita ingin menjadi pelaut, “Pelaut yang ikut kapal pesiar kan duitnya banyak,” ucap Budi.

Namun cita-cita masa kecil sering kali hanya mimpi yang bisa terus diingat. Terpaan kenyataan sering kali terlalu keras hingga membuyarkan cita-cita. Budi salah satunya.

Setelah menamatkan Sekolah Dasar di kampung halaman ayahnya, Budi lantas melanjutkan pendidikan di STM Jurusan Mesin. Setelah tamat sekolah, Budi memutuskan ikut sang kakak ke Jakarta dan tinggal di sebuah indekost di Cilincing sambil melamar pekerjaan.

“Akhirnya saya melamar kerja. Tapi bedanya, kalau saya sebelum melamar, malamnya saya tahajud. Ya Allah, saya mau melamar kerja,” ceritanya.

Singkat cerita, Budi diterima di sebuah perusahaan otomotif. Dia ditempatkan di tempat pembuatan velg truk. Namun sayangnya, Budi merasa tidak tertantang bekerja di bagian tersebut.

“Terus sampai sekitar tahun 95 saya mikir, kalau kerja kaya gini ilmunya di mana?” ceritanya.

Suatu hari, Budi melihat proses renovasi pabrik. Dia bertemu dengan kontraktor yang mengerjakan renovasi tersebut. Saat menanyakan syarat jadi kontraktor, Budi diminta belajar menggambar atau drafting.

“Malamnya saya berdoa sama Allah, Ya Allah, saya mau kerja seperti itu. Saya mau jadi kontraktor,” ungkapnya.

Akhirnya, setelah tiga bulan sejak peristiwa tersebut, Budi melihat ada sekolah untuk gambar jurusan arsitek, listrik dan packing mechanical. Akhirnya, Budi mendaftar.

Namun karena biayanya cukup mahal, niat itu tertunda. Duit untuk bayar sekolah baru didapat setelah Budi di-PHK karena diajak ikut demo buruh.

Karier Budi di perusahaan tersebut terus berkembang, mulai dari tukang gambar sampai akhirnya jadi project manager. Akhirnya, di usia 32 tahun, Budi bertekad memulai usaha sendiri, dengan membuka las keliling.

“Punya dua karyawan. Saya punya las keliling, dari mulai pasang kanopi,” terangnya.

Sejak itu, usaha las keliling Budi berkembang, sampai akhirnya memiliki workshop seluas 20 ribu meter persegi. Perusahaannya dikenal dengan nama PT Artha Mas Graha Andalan.

Dia menangani berbagai macam proyek konstruksi yang berhubungan dengan peralatan besi, bangunan industri dan komersial, struktur baja dan konstruksi baja.

“Saya cuma lulusan STM. Tapi sekarang anak buah saya ada yang insinyur, sarjana ekonomi. Tapi bukan sombong, masih pinteran saya. Dari visi dan cara pikir. Karena saya sekolahnya di alam. Dan saya banyak berdoa sama Allah,” ungkapnya.

Dalam hidupnya, Budi punya prinsip yang tak bisa dipatahkan oleh apa pun. Mulai dari kejujuran sampai menghormati orang tua. Dia juga menerapkan filosofi Islami dalam bekerja. Slogannya di pabrik yakni ‘Utamakan Salat dan Keselamatan Kerja’ jadi foto yang viral di mana-mana.

“Orang yang sukses itu orang yang jujur. Jadi kenapa tiap orang punya rezeki yang berbeda-beda? Kuncinya adalah sudah berapa banyak kita berguna bagi orang orang lain,” katanya. (*)

  • Bagikan